Jreng...jreng..jreng
Petikan gitar pengamen jalanan yang begitu kasar membangunkan tidurku di bis antar kota. Aku sudah terbiasa mendengar petikan gitar ini, tidak selembut yang aku inginkan. Petikan yang sama untuk semua lagu. Aku merasakan demikian. Entah tak tahu bagaimana orang lain merasakannya. Mungkin sama denganku.
Petikan gitar pengamen jalanan yang begitu kasar membangunkan tidurku di bis antar kota. Aku sudah terbiasa mendengar petikan gitar ini, tidak selembut yang aku inginkan. Petikan yang sama untuk semua lagu. Aku merasakan demikian. Entah tak tahu bagaimana orang lain merasakannya. Mungkin sama denganku.
Terlihat dua orang pengamen berada di deret antar bangku bis. Mereka membawa gitar dan gendang kecil. Baju yang dikenakannya tampak compang camping dan kumal. Wajahnya kusam. Mungkin karena terlalu lama terkena sengatan matahari. Berbekal gitar dan gendang kecilnya mereka berduet ala penyanyi di panggung hiburan. Pengamen yang satu menyanyi lirik ini dan satunya melanjutkan lirik yang lain. Begitu seterusnya. Kudengarkan lirik demi lirik lagu yang mereka nyanyikan. Lagunya begitu menyentuh dan suara merekabegitu syahdu. Entah apa yang aku rasakan, aku benar-benar tersentuh ketika mereka menyanyikan lagu itu. Lagunya “ Zifilia, Pintu Taubat”
Bersemi Di Bis Kota - Cerpen Cinta |
Begitu sedih kumendengarkannya. Apalagi yang menyanyikannya pengamen.
Terasa tak sanggup kudengarkan lagu ini. Sungguh menyayat hatiku. Tak
tersadar air mataku terjatuh sedikit demi sedikit. Aku sadar hidupku
penuh dengan dosa. Akulah Hamba-Mu yang tak pernah luput dari dosa dan
kesalahan yaa Rob. Mereka begitu merdu dalam menyanyikannya. Walaupun
iringan musiknya tak selaras dengan nada lagunya. Bagiku tak masalah,
yang terpenting adalah mereka mampu membawakannya dengan syahdu dan
penuh haru.
Air mataku tak bisa tertahankan lagi, jatuh dan terus terjatuh. Tak perlu malu dan muna untuk mengakuinya, memang aku menangis. Aku mudah tersentuh dengan nyanyian sebuah lagu. Kupandangi kiri jalan di sebelahku lewat jendela kaca. Berharap air mata ini tak menetes lagi. Tapi, sia-sia. Selagi pengemen itu belum berhenti bernyanyi, ku tak bisa menahan derasnya air mataku.